22 Pabrik di Cikande Terkontaminasi Radioaktif Cesium-137
22 pabrik di Kawasan Industri Modern Cikande terkontaminasi Cesium-137, diduga berasal dari besi bekas impor Filipina. Pemerintah perketat pengawasan logam.

INFOBRAND.ID, Jakarta - Satuan Tugas (Satgas) Cesium-137 menemukan jejak zat radioaktif Cesium-137 di 22 fasilitas produksi di Kawasan Industri Modern Cikande, Serang, Banten. Temuan ini bermula dari kasus pencemaran yang terdeteksi pada pengiriman udang ke Amerika Serikat pada Agustus lalu oleh perusahaan lokal PT Bahari Makmur Sejahtera (BMS).
Setelah hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kontaminasi radioaktif, Satgas segera melakukan pemindaian radiasi menyeluruh di seluruh kawasan industri tempat BMS beroperasi. “Pabrik produksi udang (BMS) telah melakukan desinfeksi (dekontaminasi) mandiri dan dinyatakan aman oleh badan nuklir,” kata Juru Bicara Satgas Cesium-137, Bara Hasibuan, kepada wartawan, Rabu (8/10), seperti dikutip Reuters.
Meskipun demikian, Satgas tidak mengumumkan nama 21 pabrik lain yang juga terkontaminasi. Bara menjelaskan bahwa seluruh fasilitas tersebut akan segera menjalani proses dekontaminasi resmi oleh badan nuklir Indonesia untuk memastikan tidak ada lagi risiko radiasi yang tersisa.
Asal Kontaminasi Diduga dari Besi Bekas Impor
Kawasan Industri Modern Cikande, yang berjarak sekitar 68 kilometer dari Jakarta, merupakan salah satu kawasan industri terbesar di Banten dengan luas mencapai 3.175 hektare. Kawasan ini menampung lebih dari 270 perusahaan lokal maupun asing, mencakup sektor pengolahan makanan, logam, hingga komponen otomotif.
Menurut penjelasan Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (US FDA), Cesium-137 merupakan isotop radioaktif berbahaya yang biasanya masuk ke lingkungan akibat uji coba nuklir atau kecelakaan besar seperti Chernobyl dan Fukushima. Karena Indonesia tidak memiliki fasilitas nuklir, keberadaan isotop ini mengindikasikan sumber pencemaran berasal dari luar negeri.
Satgas menduga cemaran radioaktif tersebut berasal dari besi bekas yang diimpor dari Filipina, yang kemudian digunakan sebagai bahan baku oleh perusahaan peleburan logam PT Peter Metal Technology (PMT). Zat berbahaya ini kemungkinan menyebar ke sejumlah pabrik yang menggunakan material logam dari sumber yang sama.
“Pemerintah telah memutuskan untuk memperketat pembatasan impor logam bekas, artinya Kementerian Lingkungan Hidup tidak akan mengeluarkan rekomendasi untuk impor logam bekas,” ujar Bara Hasibuan. Langkah ini diambil sebagai upaya pencegahan kontaminasi radioaktif di masa depan.
Selain itu, pabrik logam bekas PT PMT kini telah ditetapkan sebagai fasilitas isolasi sementara untuk menyimpan barang-barang yang terkontaminasi Cesium-137. Proses pemantauan dan pembersihan akan dilakukan oleh badan nuklir Indonesia bekerja sama dengan kementerian terkait guna memastikan keamanan lingkungan industri dan mencegah risiko kesehatan bagi pekerja maupun masyarakat sekitar.
Pemerintah menegaskan komitmennya untuk memperkuat pengawasan terhadap rantai pasok bahan baku logam, khususnya yang berasal dari luar negeri. Kasus ini menjadi peringatan penting bagi sektor industri untuk meningkatkan standar keamanan dan pemeriksaan bahan impor, terutama di kawasan industri strategis yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional.